Trending

Kemenangan Pilkada Boalemo Dihantui Intimidasi dan Kekerasan

GP Boalemo, Tajuk – Pilkada 2024 di Kabupaten Boalemo akhirnya dimenangkan oleh pasangan Rum Pagau dan Lahmudin Hambali berdasarkan hasil hitung cepat, dengan raihan suara sementara sebesar 49,05%. Namun, kemenangan tersebut dinodai oleh serangkaian peristiwa yang mencoreng nilai demokrasi.

Euforia kemenangan para pendukung pasangan ini berubah menjadi ironi ketika intimidasi dilaporkan menimpa sejumlah warga yang tidak memilih pasangan Rum Pagau dan Lahmudin Hambali. Mirisnya, intimidasi ini diduga dilakukan oleh salah satu oknum keluarga dekat dari calon bupati terpilih.

Tak berselang lama, gesekan antara pendukung pasangan yang menang dan yang kalah memicu insiden penganiayaan. Saling ejek di antara kedua kubu berujung pada kekerasan yang mencederai proses demokrasi pasca-Pilkada.

Lebih parah lagi, sejumlah wartawan yang meliput dan memberitakan kasus intimidasi tersebut juga mengalami teror dari pendukung pasangan terpilih. Situasi ini semakin memperburuk citra demokrasi di Boalemo.

Politik dan Intimidasi: Intrik yang Mengancam Demokrasi

Pemilihan kepala daerah seharusnya menjadi ajang masyarakat untuk menentukan pemimpin terbaik, bukan medan intimidasi atau kekerasan. Sayangnya, kekuatan politik kerap digunakan untuk menekan pihak yang berseberangan.

Sejak era reformasi, kelompok pendukung militan yang mengatasnamakan demokrasi justru kerap menjadi pelaku kekerasan dan intimidasi. Fenomena ini tak hanya terjadi di Boalemo, tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia. Di Boalemo, khususnya, aksi kekerasan oleh kelompok pendukung militan tercatat semakin sering terjadi dalam satu dekade terakhir.

Para pendukung ini sering kali dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu, baik secara politik maupun ekonomi. Dalam konteks Boalemo, pola semacam ini berpotensi melanggengkan kekuasaan politik dengan cara-cara yang represif.

Bibit Premanisme dalam Politik Lokal

Premanisme telah menjadi alat politik yang digunakan untuk melanggengkan kekuasaan. Di luar aparat negara, kelompok sipil yang mengandalkan kekerasan dan intimidasi disebut sebagai bentuk “vigilantisme.” Dalam konteks lokal Gorontalo, istilah ini dapat digambarkan sebagai fenomena “Mangkage” atau kekerasan berbasis loyalitas.

Fenomena ini mencerminkan kegagalan negara dalam melindungi masyarakat secara menyeluruh. Lemahnya penegakan hukum memberikan ruang bagi kelompok semacam ini untuk beraksi. Jika pola ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin premanisme akan tumbuh semakin masif di Boalemo, terutama dalam masa kepemimpinan Rum Pagau dan Lahmudin Hambali.

Menjaga Demokrasi dan Harapan ke Depan

Pilkada adalah simbol harapan untuk perubahan, bukan medan bagi kekerasan atau intimidasi. Kepemimpinan Rum Pagau dan Lahmudin Hambali diharapkan mampu meredam bibit premanisme ini dan memastikan para pendukungnya bersikap tertib serta menghormati proses demokrasi.

Langkah tegas dalam menertibkan pendukung militan sangat penting agar kejadian serupa tidak terus berulang, dan demokrasi di Boalemo bisa berjalan sesuai prinsip keadilan dan kesetaraan bagi semua pihak.

Oleh : Fadli Thalib

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button